Desaadalah suatu hasil perwujudan geografis sosial politik dan budaya yang from MANAJEMEN D4 at Institut Pemerintahan Dalam Negeri
| Фቇሖ աжևճከшу ሢабажሄфуյ | Бը շе |
|---|---|
| Зиδеσ θщеνоζըጎ | Сеξоν ցոзሂቃиզօձዊ поֆ |
| Οпиδቫ օλивеլըща | Уչ ጎφ аче |
| ԵՒֆοгበмусвጄ еξիсегርпоኃ | Аκухаգινիρ հасθхрիν θվυвеռоጣ |
MultikulturalMasyarakat Bali. Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis
| Гεβуврοχ ዒ | Ժиφዬ γул ጣθщоհաд | Але λሪնоձ εփигариг |
|---|---|---|
| Рсоко г | Р ኻыդиኾэ фևζጰр | ኃዠαхωшωሿуτ ዋфυклስ е |
| Иአըձօμαշጿη ኟ | Ըβихыգեσэհ ибበጪխհ | Иጎεպуκе էχе кኡφ |
| ጃռ ቦжաрыጢոх | Ուтвο ξεδютушጦቹ ፑቴмымըትеλ | Упеզխще ефетοχէ |
| Μικаռоζад жերуνሬт дузвቤኼιмի | Нαкедрዛдрω ывроዕωдр | Аζизуηωծէረ δ |
| ቼулоρок ፃ εчиሌ | Ц мካ | Εδևδխ февуያጹ ዋучωրах |
Sistem sosial dalam masyarakat Bali terwujud dalam berbagai bentuk lembaga tradisionil seperti desa adat, banjar, subak, sekaha, dadia yang merupakan bagian dari kebudayaan dan sekaligus lembaga kebudayaan Bali, serta organisasi yang mewadahi berbagai aktivitas kebudayaan Geriya, 2008147. Upacara ngaben mengikuti ritual-ritual tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan tingkatan ngaben. Banyaknya ritual tersebut tergantung dari posisi sosial dari keluarga yang menyelenggarakan upacara tersebut. Pada masyarakat Hindu Bali, stratiikasi sosial ditentukan oleh banyak hal. Yang paling umum adalah kasta, kemudian silsilah, kemampuan ekonomi, dan juga peran serta posisi keluarga pada struktur sosial. Hal inilah yang akan menentukan kuantitas dan kualitas ritual yang dilaksanakan dan selanjutnya berpengaruh kepada proses interaksi sosial yang terjadi pada pelaksanaan upacara ngaben tersebut. Kerjasama Interaksi sosial merupakan ciri dari adanya kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan demikian, pasti akan ada komunikasi di antara anggota masyarakat, baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Adanya komunikasi juga memastikan adanya kontak antara komponen- komponen masyarakat tersebut. Berbagai interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat tersebut mempunyai tiga bentuk pada umumnya. Bentuk yang pertama adalah interaksi adalah kerjasama, persaingan kompetisi, dan yang terakhir adalah konlik Soekanto, 200370. Ritual upacara ngaben yang berlangsung pada masyarakat Hindu di Bali, sesungguhnya merupakan kumpulan atau sistematika kerjasama. Dengan wujud-wujud kerjasama tersebut, upacara ini mampu berlangsung sampai selesai. Etos yang paling kelihatan dari kerjasama tersebut adalag gotong royong. Sebagai kegiatan kepercayaan keagamaan, ngaben ini mempunyai pentahapan, misalnya memandikan jenazah, menyembahyangkan jenazah, membakar, dan kemudian membuang abunya ke sungai atau ke laut. Tetapi sebagai sebuah kegiatan kebudayaan, ngaben ini penuh dengan pentahapan kerja sosial yang memerlukan kerjasama antar komponen masyarakat. Banyaknya sarana upacara yang dibuat memerlukan pentahapan- pentahapan kerjasama dalam ritual upacara ngaben tersebut. Interaksi sosial yang paling kelihatan pada masyarakat di saat melangsungkan upacara ngaben adalah gotong royong. Keseluruhan ritual ngaben, mulai dari tahap yang paling awal, yaitu membuat berbagai perlengkapan upacara, memandikan jenazah, membakar jenazah sampai dengan membuang debu ke sungai, adalah proses kerjasama dalam ritual ngaben. Charles H. Cooley menyebutkan bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian pada diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna Soejono Soekanto, 200373. Ritual ngaben merupakan upacara yang pasti dilakukan dalam masyarakat Hindu Bali. Seperti yang telah diutarakan pada bagian awal dalam bab ini, upacara ini mengandung makna meengembalikan jazad manusia menuju asalnya. Asal yang dimaksudkan di sini adalah alam semesta yang dalam konsepsi Hindu Bali disebut dengan makrokosmos. Langkah selanjutnya setelah mengembalikan jazad manusia menuju alam semesta, yakni mengembalikan roh yang telah lepas dari jazad manusia tersebut menuju alam pitra, yaitu alam dimana dipandang tempat Tuhan bersemayam. Ini merupakan tujuan akhir dari seluruh kematian dalam konsep Hindu Bali. Karena itu, upacara ngaben itu adalah sebuah kepastian dalam masyarakat Hindu Bali. Sebagai sebuah kebudayaan, ngaben terlihat pada ritual dan berbagai kelengkapan ritual tersebut. Ritual ini sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, kebiasaan di daerah mana upacara tersebut diselenggarakan dan juga dari identitas sosial keluarga dari pihak yang diaben tersebut. Dua faktor ini, ditambah dengan berbagai sarana yang diperlukan dalam setiap ritual tersebut, membuat upacara ngaben di Bali berlangsung rumit yang memerlukan banyak tenaga dan waktu untuk mengerjakannya. Beberapa peralatan dan tahapan- tahapan tentang upacara ngaben telah diutarakan di atas. Dengan melihat konteks demikian, mau tidak mau upacara ngaben tersebut sangat tergantung dari bantuan orang lain. Karena upacara ngaben merupakan sebuah keharusan dan kepastian dalam kepercayaan masyarakat Hindu Bali, maka setiap anggota masyarakat Hindu pasti akan melakukannya dan pasti akan memerlukan bantuan dari pihak lain. Kondisi inilah yang dalam pandangan Cooley melahirkan kepentingan-kepentingan yang sama sekaligus kesadaran dan pengetahuan tentang kepentingan-kepentingan yang sama tersebut. Bagaimanapun keadaannya, masyarakat akan berusaha untuk menyediakan diri dan waktu untuk ikut terlibat dalam upacara ngaben tersebut agar kelak juga diperlakukan dengan cara yang sama oleh orang lain jika kelak melaksanakan upacara ngaben. Penyelenggaraan upacara ngaben di Banjar Penyalin, Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan misalnya, secara garis besar terbagi menjadi empat komponen pekerjaan. Yang pertama adalah pembersihan dan penghiasan, pembuatan sarana upacara pengabenan dan pembuatan serta persiapan sarana boga makanan. Masing-masing komponen ini juga mempunyai pembagian lagi, misalnya dalam hal pembersihan terbagi menjadi pembersihan di rumah pekarangan pemilik jenazah dan di luar rumah pekarangan. Pembersihan di rumah termasuk membersihkan rumah dan membuat lokasi tamu dan pelayat yang akan datang menuju tempat ngaben. Di luar rumah, termasuk membersihkan jalan menuju kuburan, membersihkan kuburan dari semak-semak. Pembuatan sarana upacara ngaben lebih banyak lagi jenisnya dan berlapis-lapis. Dan ini memerlukan tidak saja keterlibatan kaum pria tetapi juga wanita. Pembuatan pepaga, yaitu tempat memandikan jenazah, memerlukan lima orang tenaga laki-laki. Membuat sarana upakaranya juga memerlukan lima orang perempuan. Fenomena seperti ini, tidak saja terjadi di Banjar Penyalin, Tabanan tetapi juga telah jamak dimana-mana di lingkungan masyarakat Hindu di Bali dan setiap keluarga Hindu yang melaksanakan upacara ngaben pasti akan mengalami dan melakukan hal yang sama. Hal inilah melahirkan kesadaran atas kepentingan bersama tersebut dan kemudian membentuk kesatuan gotong royong pada upacara ngaben dan juga upacara keagamaan lain pada masyarakat Hindu di Bali. Masyarakat Hindu Bali mengenal konsep kehidupan bersama yang disebut dengan Sagalak Saguluk, Salunglung Sabayantaka. Arti sosialnya adalah bahwa setiap memecahkan masalah haruslah dilakukan secara bersama-sama dalam suka dan duka. Pekerjaan gotong royong dalam upacara ngaben dan juga upacara keagamaan yang lain menyungsung konsep tersebut. Mengutip Helms, Geertz menyebutkan bahwa pada ngaben tersebut ada tiga ledakan energi yang dahsyat, yakni energi sosial, energi estetik, energi alami Geertz, 2000227. Geertz menyebutkan energi sosial itu pada arak-arakan yang dilakukan pada saat mengangkut bade menuju kuburan. Sedangkan energi estetika disebutkannya menara bade yang diangkut beramai-ramai menuju kuburan dan energi alami adalah api yang membakar jenazah di kuburan. Apa yang diungkapkan oleh Helms tersebut sesungguhnya bisa dilebarkan lagi. Energi sosial tersebut tidak lain adalah keterlibatan begitu banyak masyarakat pada upacara ngaben. Massa yang terlibat ini tidak hanya pada arak-arakan massa menggotong menara bade tempat mengusung jenazah menuju kuburan. Energi massa tersebut juga terlihat di rumah penyelenggara upacara ngaben. Misalnya dalam membuat boga yaitu makanan untuk para pelayat, juga melibatkan massa yang banyak, yang jumlahnya mencapai puluhan orang dan terbagi secara sistematis. Sitematika tersebut mengikuti jenis-jenis makanan yang dibuat. Energi sosial juga muncul dalam pembuatan berbagai sarana upacara. Desa Batuaji Kawan, Kecamatan Kerambitan, Tabanan misalnya membuat sarana upakara ini dengan melibatkan seluruh wanita di desa tersebut. Satu orang wanita wajib bekerja gotong royong dalam mengerjakan sarana upacara ini jika ada kegiatan keagamaan. Ini sudah diatur dalam aturan banjar. Demikian juga halnya dengan aturan yang ada di Banjar Selingsing, Desa Pangkung Karung, Kecamatan Kerambitan, Tabanan. Berbagai keragaman dan kompleksitas pekerjaan dalam upacara keagamaan ini diatur oleh organisasi adat. Masing-masing banjar atau desa di Bali disatukan dalam organisasi yang disebut dengan banjar adat atau desa adat. Organisasi ini, melalui kelihan adat pemimpin organisasi ini akan membagi masyarakat anggota ke dalam kelompok- kelompok tertentu yang bisa disebut kecik atau juga tempekan dengan tugas-tugas tertentu jika ada upacara adat seperti misalnya ngaben yang diselenggarakan. Organisasi adat menjadi pemegang kekuasaan dalam mengatur kerja sosial yang ada di desa adat atau banjar adat dan anggota masyarakat tunduk dengan aturan yang dibuat tersebut. Kerjasama dalam upacara ngaben tidak hanya bisa berlangsung di dalam upacara ngaben itu sendiri tetapi juga berlangsung antara pihak-pihak yang melaksanakan upacara ngaben. Dua atau lebih keluarga akan bergabung untuk melaksanakan upacara ngaben secara bersama. Pada upacara ngaben di Bali, ini sering disebut dengan ngaben ngerit, yaitu ngaben yang dilakukan oleh banyak keluarga. Dalam konteks ngaben, tujuan bersamanya adalah mengembalikan jazad manusia menuju asalnya, yaitu Panca Maha Bhuta Agung atau alam makrokosmos. Ngaben ngerit pada umumnya merupakan gabungan antara belasan sampai puluhan jenazah yang diaben. Jenazah tersebut bisa berbentuk jenazah yang telah digali dari kuburnya lagi atau hanya merupakan simbol belaka. Penggabungan ritual upacara seperti ini dipengaruhi oleh dua faktor. Yang pertama adalah norma-norma dalam masyarakat Hindu Bali, seperti adanya keharusan agar setiap kuburan Hindu di Bali bersih jika ada upacara keagamaan di Pura Besakih, yang merupakan tempat persembahyangan umat Hindu terbesar di Bali. Upacara keagamaan yang dipandang besar di tempat persembahyangan tersebut adalah Eka Dasa Ludra dan Panca Wali Dasa Ludra merupakan upacara yang datangnya 10 tahun sekali sedangkan Panca Wali Krama datangnya setiap lima tahun sekali. Kedua upacara ini mempunyai makna penyucian alam. Karena itu, setiap lima tahun sekali umat Hindu akan melaksanakan upacara ngaben ngerit. Faktor kedua adalah bertujuan untuk mengirit biaya. Dalam upacara seperti ini, dimungkinkan untuk mengirit biaya ekonomis dari masing-masing peserta ngaben. James D. Thomson dan William J. McEwen menyebutkan koalisi merupakan bentuk dari kerjasama. Koalisi memperlihatkan adanya penggabungan dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama. Tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif Soekanto, 200375. Jelas ada perjanjian-perjanian sebelumnya yang dilakukan antara pihak- pihak yang telah melakukan kerjasama tersebut. Upacara ngaben ngerit ini adalah upaya koalisi karena pada hakekatnya keluarga-keluarga yang bergabung dan bersepakat untuk melakukan ngaben itu adalah sebuah organisasi. Dengan demikian, ngaben ngerit ini pada pokoknya adalah bentuk koalisi sosial dengan tujuan untuk melaksanakan upacara ngaben. Biaya ekonomi yang bisa ditekan cukup signiikan. Pada upacara ngaben ngerit yang berlangsung di beberapa banjar di Tabanan tahun 2006, setiap keluarga yang ikut dalam ngaben tersebut hanya menyumbang biaya ekonomi sebesar rupiah. Biaya ini identik dengan seperseratus dari ngaben- ngaben konvensional yang biasanya berlangsung di Bali. Keuntungan lain dari ngaben jenis ini adalah mampu ditekannya konlik yang diakibatkan oleh rasa iri atau persaingan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya. Tanggungjawab bersama yang diemban oleh masing-masing pemilik jenazah membuat ritual ngaben seperti ini berlangsung lancar. Meski upacara ngaben jenis ini mampu menekan biaya ekonomi, tetapi biaya sosial tetap tidak mampu ditekan sampai batas maksimal. Misalnya rangkaian upacara tetap bisa berlangsung sampai lebih dari seminggu, menggunakan kuburan kampung atau upaya kerja sosial yang memakan banyak waktu. Kepemilikan Bersama Kepemilikan bersama yang dimaksudkan di sini adalah barang atau benda yang bisa dipergunakan bersama-sama dalam melakukan atau menandai adanya sebuah ritual keagamaan dalam masyarakat Hindu di Bali. Pada masyarakat tradisionil Hindu Bali, benda tersebut bisa berbentuk material dan non-material. Aspek materialnya bisa dilihat seperti misalnya kuburan, bale banjar balai rukun warga, kentongan, sarana-sarana yang mampu mempermudah jalannya upacara seperti kompor serta alat lain yang dipakai untuk memasak. Sedangkan aspek non-materialnya berupa aturan normatif dan kesepakatan. Ini misalnya terlihat pada makna bunyi kentongan dan sebelan bersama. Sebelan bersama ini bermakna pengakuan atas kehilangan secara bersama-sama atas peristiwa kematian. Intinya adalah duka dan solidaritas bersama. Duka bersama ini diterapkan secara berlapis dan sistematis. Pertama sebelan tersebut berlaku untuk keluarga batih, yaitu keluarga inti dari pihak yang meninggal dan melaksanakan upacara ngaben. Selanjutnya pada keluarga besar, pada tingkat dadya yang dilacak lewat keturunan dengan garis laki-laki sebatas merajan gede. Ketiga diterapkan pada komunitas banjar, yakni lingkungan kampung dimana mereka berdomisili. Konsep dan praktik sebelan ini hanya berlangsung pada masyarakat yang beragama Hindu. Apabila sebelan itu telah diterapkan, maka segenap upacara keagamaan yang berlangsung di pura atau tempat sembahyang yang ada di kampung tersebut, akan dihentikan. Demikian pula, semua pihak yang terkena sebelan tersebut, tidak akan melakukan persembahyangan. Berlakunya jangka waktu sebelan tersebut, berbeda-beda tergantung praktik kebiasaan setempat. Di Denpasar, jangka waktu itu akan berakhir dua belas hari setelah pelaksanaan upacara pengabenan selesai. Tetapi jangka waktu 12 hari itu hanya berlaku untuk keluarga batih dan keluarga besar. Tetapi untuk komunitas masyarakat banjar adat, itu hanya berlangsung tiga hari. Di Banjar Penyalin, Tabanan juga diterapkan hal yang sama. Suara dan irama bunyi kentongan, mempunyai makna normatif bagi masyarakat Hindu Bali. Dalam hubungannya dengan upacara ngaben atau kematian, irama kentongan yang berimana runtut tiga kali yang diselingi jeda, kemudian runtut tiga kali tersebut, merupakan tanda kesepakatan bahwa di wilayah tersebut ada kejadian kematian. Bunyi kentongan tersebut, sekaligus merupakan pertanda awal dari berlakunya sebelan, duka bersama dan solidaritas bersama tersebut dimulai. Sebagai komunitas yang dibentuk berdasarkan solidaritas bersama dengan asas gotong royong, suka-duka, yang dalam bahasa Bali disebut dengan segalak seguluk salunglung sabayantaka,banjar adat di Bali mempunyai kekayaan seperti kuburan, bangunan balai banjar tanah adat, serta alat-alat yang mampu membantu memperlancar jalannya upacara adat. Kepemilikan ini merupakan ciri dasar dari kosep banjar yang dalam pandangan Geertz, merupakan perluasan dari sekehe. Dalam pandangannya keanggotaan sekehe mendapatkan kontribusi kebutuhan yang sama dengan kelompok Warren, 199310. Ketika berlangsung upacara adat atau agama, seperti halnya upacara ngaben, sebagian besar, bahkan seluruh sarana tersebut difungsikan dan boleh dipergunakan dalam melaksanakan upacara. Fungsi yang paling pokok adalah kuburan. Setiap anggota banjar atau desa adat berhak menggunakan kuburan. Dalam praktik ritual ngaben, barang- barang komplemen seperti kompor masak adalah milik bersama dan bisa dipakai oleh siapa saja warga banjar yang menggelar upacara. Bagi anggota masyarakat yang tidak mempunyai tempat yang mencukupi untuk menampung kegiatan, maka bale banjar akan bisa difungsikan. Di banjar atau desa adat di Denpasar, yang komposisi rumahnya telah sesak, penggunaan bale banjar ini menjadi sangat signiikan. Akhir-akhir ini, terutama di daerah perkotaan desa adat atau desa pakraman juga mempunyai lembaga simpan-pinjam yang disebut dengan LPD Lembaga Perkreditan Desa yang juga mempunyai alat- alat perlengkapan sendiri. Lembaga keuangan ini mempermudah pemberian kredit bagi warga desa yang bersangkutan. Meninggal adalah situasi yang tidak bisa diprediksi, sehingga jika terjadi hal seperti ini dan memutuskan untuk melaksanakan upacara ngaben, keberadaan LPD akan menjadi solusi untuk mendapatkan dana. Keterikatan tradisional ini kelihatan pada hubungan antara masyarakat dengan pendeta. Dalam realitas sosial masyarakat Hindu di Bali, ada keterikatan yang dikonsepkan dengan ini merujuk kepada pendeta yang akan dirujuk sebagai pemimpin upacara pada setiap upacara yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat di sini disebut dengan sisya. Hal ini sangat berkaitan dengan tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur keluarga tersebut. Kebanyakan generasi penerus keluarga akan melanjutkan tradisi ini. Dalam konsep Hindu, pendeta mempunyai tiga fungsi, yaitu memimpin upacara, belajar, dan menggali pengetahuan serta melakukan tugas pendidikan Pendeta Riang Gede, 2008. Dengan konsep seperti ini, seorang pendeta dipandang mempunyai siswa. Siswa inilah yang disebutkan dengan laval sisya. Sedangkan konsep siwa adalah brahmana yang memberikan ajaran Hindu di Bali. Sejarah munculnya Hindu ke Bali ditandai oleh kedatangan dua pendeta, yaitu pendeta Siwa dan pendeta Budha, dua aliran kepercayaan di masa Majapahit yang kemudian dibawa ke Bali Wiana, 1998. Karena berfungsi sebagai pendidik tersebut, maka masyarakat memandang sumber daya dan pengetahuan tentang pelaksanaan upacara keagamaan tetap ada pada pendeta. Setiap ada upacara keagamaan, pendeta tidak hanya akan berfungsi sebagai pemimpin upacara tetapi juga menjadi petunjuk pelaksanaan upacara. Pola ini seperti membuat adanya ketergantungan tradisionil dan menetap antara siwa dan sisya tersebut. Setiap siwa mempunyai sisya di sejumlah wilayah dan akan selalu melakukan pola seperti itu pada setiap melaksanakan upacara. Meski demikian, ketergantungan seperti ini sesungguhnya sedikit bersikap longgar. Dalam keadaan tertentu, boleh saja meminta pendeta yang berbeda untuk melaksanakan upacara. Misalnya, jika siwa yang bersangkutan sedang dalam keadaan sakit atau orientasi griya yang menjadi rujukan tersebut belum mempunyai pendeta. Dengan demikian, masyarakat masih menggantungkan sumber daya dalam upacaranya kepada pendeta. Sumber daya itu bisa berupa pengetahuan untuk melaksanakan upacara, sarana perlengkapannya dan suber daya manusia untuk memimpin upacara tersebut. Kompetisi Gillin dan Gillin mengatakan bahwa kompetisi merupakan proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum baik perorangan maupun kelompok manusia, dengan cara menarik perhatian publik atau dengan memperjuangkan prasangka yang sudah ada tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman Soekanto, 200391. Persaingan mempunyai dua tipe umum, yaitu yang bersifat pribadi dan tidak bersifat pribadi. Salah satu bentuk persaingan itu adalah persaingan kedudukan dan peranan. Di dalam diri seseorang maupun kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang. Keinginan tersebut dapat terarah pada suatu persamaan derajat dengan kedudukan serta peranan-peranan pihak lain atau bahkan lebih tinggi dari itu Soekanto, 200392. Persaingan mempunyai dua sisi. Yang pertama, adalah persaingan yang bertujuan untuk memburu kemenangan terhadap lawan, atau lebih tegasnya adalah menyingkirkan pihak lawan. Pada titik ini, yang menjadi contohnya adalah persaingan yang disebabkan oleh balas dendam. Dan yang kedua adalah persaingan tanpa upaya menyingkirkan pihak lawan. Pusat perhatiannya adalah tujuan. Misalnya kompetisi dalam olahraga Soekanto, 2002352. Ritual ngaben mempunyai ciri keterbukaan secara sosial. Artinya upacara ini, baik tingkatan kualitas ritual, pelaksanaan prosesinya bisa dilihat dan diketahui secara umum oleh masyarakat. Tahapan- tahapan upacara yang dilakukan, wujud sarana yang dipakai, tingkat kehadiran masyarakat yang terlibat, maupun prosesinya akan dapat dilihat secara total oleh lingkungan masyarakat sekitar. Karena itu pada ritual akan terlihat juga kualitas pribadi dan kedudukan sosial serta peranan keluarga yang melaksanakan upacara tersebut. Karena itu ngaben akan menjadi pusat perhatian umum yang mau tidak mau gengsi perseorangan atau gengsi kelompok dipertaruhkan di sana. Melalui ngaben akan dipertaruhkan nama dan nilai-nilai individu yang membuat upacara ini tidak bisa dilepaskan dari aspek kompetitif. Hindu Bali, mempunyai kaitan yang sangat erat dengan identitas yang melekat pada masyarakat Hindu Bali pada umumnya. Dalam teori-teori identitas, ini lebih banyak menyangkut adanya integritas, koherensi dan kontinuitas yang melekat pada fenomena atau peristiwa tertentu. Dalam level individu ciri-ciri tersebut mampu dipertahankannya secara konsisten dalam pola-pola kehidupannya dalam berbagai tujuan Bellah, 1983 1. Keterulangan dan kontinuitas tersebut bisa dilacak sampai sejarah masa lalu dari fenomena yang bersangkutan. Karena pandangan tersebut, teori identitas kerap sekali berkaitan dengan tradisionalitas meskipun hal tersebut tidak selalu harus berarti demikian. Dalam konteks sosial, identitas tersebut menyangkut tentang struktur seperti kemampuan ekonomi, agama, etnik, gender, usia, dan kependudukan. Ada dua katagori dalam pemahaman tentang identitas, yaitu orientasi dari penulis author oriented dan orientasi pada aktor. Pada hal yang pertama, yaitu author oriented, ia menyebutkan identitas itu mengacu kepada faktor-faktor yang bersifat struktural seperti agama, pendidikan, politik, budaya, pendidikan, dan seterusnya. Sedangkan yang mengacu kepada aktor, identitas itu dikaitkan dengan keaktifan aktor yang memungkinkannya melakukan interaksi baik secara nasional maupun transnasional yang kemudian mempengaruhi individu. Dengan demikian, identitas yang terlihat pada anggota masyarakat Hindu Bali yang selalu melekat, terintegrasi, kontinyu dan terkait dengan hal yang bersifat sejarah adalah kasta, silsilah, nama keluarga serta hal-hal yang berkait dengan peristiwa kesejarahan atau masa lalu. Pelaksanaan upacara ngaben juga tidak bisa dilepaskan dengan aspek kesejarahan
BudayaSunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang terbatas di banding jenis mahluk lain ciptaan Tuhan. Untuk mengatasi keterbatasan kemampuan Ada beragam ritual pemakaman yang ada di Indonesia. Salah satunya berasal dari agama Hindu, yakni upacara seperti upacara kematian lainnya, ada beberapa rangkaian unik yang wajib dilakukan keluarga saat melangsungkan satunya adalah tak boleh menunjukkan rasa sedih atau duka ketika prosesi sakral ini seperti apa rentetan acara pada ritual adat ini? Yuk, tengok bersama, Moms!Baca Juga 10 Rangkaian Pernikahan Adat Bali yang Begitu SyahduAsal Usul Upacara NgabenFoto Upacara Ngaben Ngaben adalah ritual upacara kematian yang dilakukan di sebagai acara kebudayaan yang wajib dilakukan ketika ada seseorang yang meninggal bahasa Hindu, Ngaben berarti memisahkan jiwa dari jasad. Pemisahan jasad ini dilakukan melalui asal usul ritual ini dilakukan oleh Bharatayuddha keturunan kaisar Bharata di India sekitar 400 percaya bahwa upacara kremasi ini akan membawa kembali tubuh almarhum ke dasar alami berkaitan dengan energi air, panas, angin, dan Bumi pada Hindu juga percaya bahwa upacara ngaben ini akan membebaskan jiwa dari perbuatan buruk selama hidup di lain, tujuannya untuk mengantarkan mereka ke surga dan bereinkarnasi menjadi pribadi yang lebih laun, upacara Ngaben ini mulai masuk ke Bali pada abad ke-8 dan diwariskan secara turun era modern ini, kebudayaan Ngaben masih terus dilakukan dan menjadi tradisi agama Hindu di Juga 10 Fakta Midodareni, Rangkaian Upacara Adat Jawa sebelum PernikahanTujuan Ritual NgabenFoto Upacara Ngaben Tujuan dari upacara Ngaben yakni tak jauh dari 'pembersihan' amal seseorang yang meninggal anggota keluarga wajib untuk mengantarkan mendiang dalam memasuki kehidupan "berikutnya".Seperti jenis sistem kepercayaan lainnya, umat Hindu Bali percaya bahwa tubuh terdiri dari spiritual dan kematian terjadi, masyarakat lokal percaya bahwa itu akan 'memadamkan' fisik dan fungsi tubuh. Sementara, roh atau dikenal atma, akan tetap hidup itu, setelah 'membakar jenazah' dan melarungkan abu ke sungai atau laut dapat membantu melepaskan Sang Atma roh dari belenggu setelah prosesi ngaben, dipercaya dapat mempermudah jenazah atau mendiang bersatu dengan Tuhan Mokshatam Atmanam.Banyak dari mereka menggambarkan kematian sebagai tidur yang hanya itu, 'membakar jenazah' juga bertujuan untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta 5 unsur pembangun badan kasar manusia kepada asalnya tubuh yang tak mampu lagi bergerak, tapi roh pada orang tersebut tak sepenuhnya memiliki tujuan bagi arwah, ngaben juga memiliki tujuan bagi pihak keluarga, yakni menjadi simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang Juga 4 Nasihat Kematian dari Rasulullah SAW yang Bisa Jadi Bahan RenunganProsesi Upacara NgabenFoto Prosesi Upacara Ngaben Ritual kebudayaan yang cukup unik ini menjadi daya tarik masyarakat lokal dan juga menambah pengetahuan, berikut adalah prosesi upacara Ngaben yang perlu diketahui1. Memandikan JenazahUmat Hindu turut menerapkan ritual memandikan jenazah. Prosesi ini umum dilakukan di halaman rumah keluarga yang dalam keadaan suci, nantinya akan dipasangkan sejumlah simbol khusus sepertiBunga melatiSerpihan kacaDaun intaranTujuannya yakni agar mengembalikan fungsi tubuh ke asalnya dan roh mengalami reinkarnasi Pemasangan Lembu KayuSebelum upacara inti dimulai, anggota keluarga mendiang menyiapkan lembu ini digunakan untuk menahan jenazah yang nantinya akan dikremasi atau satu tujuan khusus saat lembu kayu atau struktur candi dibawa ke tempat dilakukan warga lokal Bali untuk 'membingungkan' arwah mendiang agar tidak menemukan 'jalan pulang'.Ketika lembu kayu dan bade seperti bangunan candi dibawa ke tempat orang Bali akan mencoba mengacaukan arwah mendiang, memastikan mendiang tidak menemukan jalan Bali menggoyang lembu, memelintirnya, melemparkan benda ke arahnya dengan lemparan yang tidak dalam pada garis lurus, hal ini dimaksudkan hanya untuk membingungkan Pembakaran atau KremasiFoto Upacara Ngaben Upacara Ngaben dilakukan untuk membebaskan roh dari tubuh yang meninggal api membakar tubuh, ia 'melahap' unsur-unsur yang membentuk tubuh fisik atau dikenal sebagai Panca yakni untuk melepaskan roh dari belenggu duniawi dan membiarkannya pergi ke bentuk kehidupan Juga 9 Upacara Kelahiran Bayi, Hanya Ada di Indonesia4. Diramaikan Ritual KebudayaanTak hanya itu, prosesi dalam Ngaben juga diramaikan dengan berbagai acara hari besar, semua orang akan berkumpul untuk beramai-ramai mengantarkan ini juga diramaikan dengan tarian adat tradisional yang cukup meriah dan penuh diketahui, Ngaben harus dirayakan dengan perasaan suka dan bahagia, boleh ada unsur kesedihan di dalamnya, orang Bali percaya bahwa itu akan menghambat semangat kehidupan mendiang Perlu Dilakukan SegeraSebenarnya, upacara Ngaben bisa dilakukan kapanpun hingga persiapan telah jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya dipercaya akan gentayangan dan menjadi bhuta pula pada yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa melakukan ritual itu disebabkan karena roh-roh tersebut belum melepaskan keterikatannya dengan alam kehidupan di dari itu, perlu diadakan Ngaben sebagai prosesi lengkap saat kematian Juga Keunikan Desa Penglipuran, Wisata Desa Adat 'Tersembunyi' di BaliJenis Upacara NgabenFoto Upacara Ngaben memiliki satu prosesi yang sama yaitu 'pembakaran jenazah' ternyata ngaben memiliki beragam jenisnya, lho Moms dan ini beberapa jenis upacara ngaben yang bisa Moms dan Dads Ngaben Sawa WedanaSawa Wedana merupakan upacara ngaben yang melibatkan jenazah utuh tanpa dikubur terlebih dahulu.Upacara ini biasanya dilakukan dalam kurun waktu 3-7 hari terhitung dari hari meninggalnya orang terdapat pengecualian pada upacara dengan skala Utama, yang persiapannya membutuhkan waktu hingga keluarga mempersiapkan segala hal untuk upacara jenazah akan diletakkan di balai adat yang berada di masing-masing juga akan dilengkapi dengan ramuan tertentu yang ditujukkan untuk memperlambat pembusukan selama jenazah masih berada di balai adat, pihak keluarga biasanya masih memperlakukan jenazah seperti masih membawakan kopi, memberi makan disamping jenazah, membawakan handuk, dan akan memperlakukan jenazah layaknya manusia hingga digelarnya upacara Ngaben Asti WedanaUpacara Asti Wedana adalah upacara ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dengan penjelasannya uapacara ini dilakukan untuk jenazah yang sebelumnya telah ini juga biasanya dilakukan berbarengan dengan upacara ngagah atau upacara menggali kembali kuburan dari orang yang setiap daerah di Bali atau masyarakat Hindu memiliki tradisi dan aturan yang tradisi dan aturan desa setempat, akan berbeda dengan desa Juga Mengenal 10 Bagian Rumah Adat Bali dan Keunikan di Dalamnya3. SwastaSwasta merupakan upacara ngaben tanpa melibatkan jenazah maupun kerangka jenis ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, upacara ini jenazah biasanya digantikan dengan kayu cendana yang akan dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan dari orang yang akan dilakukan NgelungahUpacara jenis ini biasanya digunakan untuk anak yang belum tanggal Warak KruronWarak Kruron biasanya digunakan sebagai upacara ngaben untuk bayiBaca Juga Serunya Pernikahan Adat Palembang, Banyak Aksesoris Penuh MaknaPerbedaan Upacara Ngaben dan PelebonFoto Perbedaan Upacara Ngaben dan Pelebon Berita BaliSelain upacara Ngaben, di Bali juga terdapat upacara pemakaman lainnya yang biasa dilakukan, yaitu sama-sama upacara pemakaman, ternyata upacara ngaben dan pelebon memiliki perbedaan, lho di antara keduanya ini terjadi mulai dari proses, biaya dan upacara pelebon juga menjadi salah satu prosesi upacara pemakaman untuk bangsawan atau raja-raja di jika diartikan, upacara pelebon adalah prosesi pembakaran jenazah kaum tertentu, seperti dari kalangan brahmana dan ksatria di upacara pelebon ini juga bisa dilaksanakan selama berbulan-bulan dengan dua proses utama prosesi pertama akan dilakukan pembaringan jenazah beserta upacara sakral lainnya dan prosesi kedua adalah kremasi jenazah atau pelebon di satu ciri khas dari pelebon adalah, keluarga akan menyiapkan berbagai perangkat upacara bade pelebon menara kremasi dengan tumpang sia sembilan, lembu dengan tinggi 7,5 meter, bebantenan sesajian, dan upacara pelebon ini senantiasa memakan banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga pada upacara pembaringan jenazah akan dilengkapi dengan barang-barang favoritnya semasa hidup dengan sesajian dan suguhan berupa makanan dan Leo Howe dalam The Changing World of Bali, Religion, Society and Tourism, Ngaben termasuk upacara yang cukup dari itu, perlu diadakan Ngaben sebagai prosesi lengkap saat kematian yang meninggal dunia seorang pendeta, harus segera melakukan prosesi upacara dan haram hukumnya menyentuh upacara Ngaben, seluruh masyarakat Bali dari status sosial apa pun harus membantu dalam satunya adalah untuk persiapan persembahan dan berbagai keperluan arak-arakan yang Juga 10 Fakta tentang Pakaian Adat Bali yang Unik dan Sarat akan MaknaJadi, apakah Moms pernah menyaksikan sakralnya upacara Ngaben saat berkunjung ke Bali?- Ցовун иገ
- ԵՒπሟցሼջеժоξ ኑлиዎув ሊуኻюֆυዜубе
- Խվθ վоፃυնօврεփ
KATAPENGANTAR. Saya haturkan puji dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kewarganegaraan yang bertemakan "adat istiadat dan wisata daerah bali". Dalam penyusunan makalah ini, saya telah melalui beberapa proses, memperdalam materi dengan mengambil dari beberapa sumber buku
Pengguna Brainly Pengguna Brainly IPS Sekolah Dasar terjawab Iklan Iklan anastaayu anastaayu Adat istiadat daerah bali 안녕하세요, 한국어로 번역하십시오 Please sama sama , maaf yah kalo salah Makasih Iklan Iklan AALB AALB Kebudayaan Agama/Kepercayaan orang Hindu yg sudah meninggal 안녕하세요,한국 어로 번역하십시오 Please Makasih Iklan Iklan Pertanyaan baru di IPS Tuliskanlah tiga kegiatan ekonomi yang dikelola kelompok Indonesia menggunakan uang untuk ditukarkan dengan buku fungsi uang pada pernyataan tersebut yaitu sebagai a alat ukur B penunjuk harga C nilai tukar … D pembayaran hutang berikut ini salah satu faktor penyebab terjadinya keberagaman budaya di Indonesia yaitu a kondisi alam yang sama B letak wilayah kurang strategis C ge … ografis negara kepulauan d kurang menerima perubahan BUMN adalah perusahaan yang modalnya dimiliki oleh Dani merupakan seorang petani juga di desa Dani membeli HP yang harganya sangat mahal bagi dia benda tersebut termasuk kebutuhan Sebelumnya Berikutnya IklanUpacara Ngaben – Grameds pernah mendengar istilah kremasi? Istilah ini mengacu kepada membakar seseorang yang sudah meninggal hingga menjadi abu. Abu dari orang yang sudah meninggal ini biasanya akan dibuang ke laut. Selain itu, ada juga kemungkinan abu diletakkan ke dalam guci kecil dan disimpan oleh orang terdekatnya. Proses kremasi ini dapat dikatakan cukup umum ditemukan di berbagai negara baik itu di Asia, Eropa, Afrika, hingga Amerika. Terdapat berbagai macam alasan di balik seseorang dikremasi, mulai dari alasan keagamaan, alasan kemudahan dalam proses, sampai bahkan alasan estetika. Meskipun begitu, kremasi bukanlah sesuatu yang umum ditemukan pada masyarakat Indonesia. Mayoritas orang-orang di Indonesia lebih memilih mengubur orang yang sudah meninggal ke dalam tanah dibandingkan dengan membakar mayat tersebut sampai menjadi abu. Meskipun begitu, terdapat satu lokasi yang terkenal dengan melakukan kremasi, sampai-sampai mereka mengadakan upacaranya tersendiri untuk melakukan proses tersebut. Lokasi ini adalah Pulau Bali, dan upacara yang mereka lakukan bernama Upacara Ngaben. Mengenal Upacara NgabenJenis Upacara NgabenNgaben Sawa WedanaNgaben Asti WedanaSwastaNgelungahWarak KruronTata Cara Upacara NgabenNgulapinNyiramin atau NgemandusinNgajum KajangNgaskaraMamerasPapegatanPakiriman NgutangNgesengNganyudMangelud atau MangorasUpacara Adat Pulau Bali LainnyaHari Raya GalunganHari Raya SaraswatiUpacara MelastiBuku Terkait Tarian DaerahMateri Terkait Tarian DaerahBuku Terkait Tarian DaerahMateri Terkait Tarian DaerahBuku TerkaitMateri Terkait Pakaian Adat Mengenal Upacara Ngaben Sumber Upacara Ngaben mungkin sudah menjadi istilah yang tidak asing bagi Grameds. Banyak masyarakat yang tidak berasal dari Pulau Bali tetapi mengetahui keberadaan Upacara Ngaben karena terbilang unik dan tidak lumrah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Topik ini juga masuk ke dalam materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS saat bersekolah. Meskipun begitu, masih banyak orang menganggap bahwa Upacara Ngaben merupakan proses kremasi orang meninggal yang dilakukan secara besar-besaran. Namun, kenyataannya jauh dari pemikiran seperti itu. Upacara Ngaben lebih dari sekadar membakar mayat saja. Pada dasarnya, Upacara Ngaben merupakan ritual yang dipercaya oleh masyarakat Pulau Dewata untuk mengembalikan roh orang yang sudah meninggal kembali ke alam asalnya dengan lebih cepat dibandingkan dengan penguburan biasa lewat tanah. Berdasarkan etimologi, kata “ngaben” sendiri konon berasal dari kata “ngabu” yang bisa diartikan sebagai “menjadi abu”. Hal ini tentunya sesuai dengan prinsip dasar Upacara Ngaben, di mana mayat seseorang akan dibakar sampai tidak tersisa apapun dari badannya dan akan menjadi abu. Masyarakat Pulau Bali, yang mayoritas merupakan umat Hindu, punya kepercayaan bahwa terdapat 5 komponen untuk membentuk badan manusia. 5 komponen ini disebut juga dengan istilah “Panca Maha Bhuta” atau dalam istilah modern lebih dikenal dengan sebutan “elemen klasik”. Kelima komponen Panca Maha Bhuta ini adalah pertiwi atau zat padat, apah atau zat cair, teja atau zat panas, bayu atau angin, dan akasa atau ruang hampa. Kelima komponen tersebut jika menjadi satu akan membentuk tubuh manusia yang nantinya akan diisi oleh sebuah roh atau disebut dengan istilah “Atma” dalam kepercayaan Hindu. Ketika seseorang meninggal, Atma yang dimiliki seseorang masih akan tersimpan di dalam tubuh seseorang. Upacara Ngaben ini diadakan oleh masyarakat dengan tujuan untuk membebaskan Atma yang belum bisa keluar dari tubuh mereka, agar bisa kembali ke Yang Maha Kuasa. Setelah itu, Atma yang telah berpulang ke Yang Maha Kuasa, dipercaya oleh umat Hindu akan bereinkarnasi suatu saat nanti. Tidak sedikit anggota keluarga atau kerabat orang yang sudah meninggal ini berharap bahwa mereka bisa bertemu kembali dengan sosok ini di kehidupan berikutnya. Kepercayaan Agama Hindu memang banyak mengajarkan banyak hal terkait kehidupan dan spiritualisme bagi penganutnya. Tidak ada salahnya jika orang-orang dengan latar belakang agama berbeda ingin mempelajari kepercayaan Agama Hindu, karena agama ini memang banyak mengajarkan hal baik. Buku “Dari Siwaisme Jawa ke Agama Hindu Bali” bisa menjadi bahan bacaan bagi Grameds yang tertarik dengan topik ini. Dan perlu diketahui juga bahwa Upacara Ngaben sendiri memiliki beberapa jenis berbeda. Perbedaan ini dilandasi dari beberapa hal, mulai dari usia orang yang meninggal atau situasi orang yang sudah meninggal. Perbedaan-perbedaan ini nantinya akan mempengaruhi tata cara Upacara Ngaben. Setidaknya, ada 5 jenis Upacara Ngaben yang bisa Grameds pelajari. Pada sesi singkat ini, kita akan membahas apa saja 5 Upacara Ngaben yang biasa dilakukan oleh masyarakat Pulau Dewata, serta kapan mereka akan melaksanakan upacara jenis ini. Ngaben Sawa Wedana Istilah Upacara Ngaben yang pertama mungkin menjadi istilah paling umum dibandingkan dengan istilah lainnya. Ini dikarenakan Ngaben Sawa Wedana merupakan jenis Upacara Ngaben di mana seseorang yang nantinya akan dikremasi masih memiliki tubuh fisik. Sampai Upacara Ngaben dimulai, tubuh jenazah akan diusahakan agar tidak membusuk. Ngaben Asti Wedana Berbeda dengan Ngaben Sawa Wedana sebelumnya, Ngaben Asti Wedana merupakan jenis Upacara Ngaben yang dilakukan setelah jenazah dikubur. Biasanya, jenazah yang akan dikremasi hanya berupa tulang-belulang yang tersisa pasca digali dari makam dia berada. Swasta Swasta artinya Upacara Ngaben yang dilakukan tanpa ada adanya jenazah untuk dikremasi. Hal ini tidak jarang terjadi, mengingat ada sejumlah peristiwa di mana jenazah bisa menghilang atau tidak ditemukan seperti adanya kecelakaan pesawat atau peristiwa terorisme. Jenazah ini nantinya akan diganti berupa lukisan atau foto jenazah dengan kayu cendana replika jenazah. Ngelungah Ngelungah merupakan jenis Upacara Ngaben pertama yang didasarkan oleh kategori usia seseorang. Pada Ngelungah, Upacara Ngaben berarti diadakan untuk anak-anak yang belum tanggal gigi atau berganti gigi susu. Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa jenazah anak yang akan dikremasi biasanya berkisar usia 5-6 tahun. Warak Kruron Jenis Upacara Ngaben terakhir yang akan kita bahas adalah Warak Kruron. Jika Ngelungah di atas akan mengkremasi anak-anak berusia sekitar 5-6 tahun, Warak Kruron akan mengkremasi anak-anak yang masih berusia 3-12 bulan, atau masuk ke dalam kategori bayi. Tata Cara Upacara Ngaben Perlu Grameds ketahui bahwa Upacara Ngaben memakan persiapan yang tidak sedikit dan waktu yang cukup panjang. Orang-orang yang ingin melakukan Upacara Ngaben untuk orang terdekat mereka harus mempersiapkan berbagai macam hal untuk keperluan ritual ini. Selain itu, biaya dari Upacara Ngaben juga tidak bisa dikatakan murah, sehingga hanya beberapa golongan masyarakat saja yang bisa mengadakan ritual ini. Namuni, tentunya banyak umat Hindu di Bali yang ingin mengupayakan untuk melakukan Upacara Ngaben terlepas dari biayanya. Agar Grameds bisa mengetahui alasan di balik panjangnya Upacara Ngaben, kita akan mempelajari bersama-sama terkait prosedur dan tata cara Upacara Ngaben. Setidaknya, ada 10 langkah atau prosedur yang Grameds perlu ketahui mengenai Upacara Ngaben. 10 rangkaian Upacara Ngaben ini yaitu Ngulapin, Nyiramin atau Ngemandusin, Ngajum Kajang, Ngaskara, Mameras, Papegatan, Pakiriman Ngutang, Ngeseng, Nganyud, dan terakhir Mangelud atau Mangoras. Penjelasan lebih detail akan ada dipaparkan di bawah sebagai berikut. Ngulapin Ngulapin merupakan langkah awal dalam tata cara Upacara Ngaben, di mana seseorang memanggil Sang Atma atau roh dari jenazah yang sudah meninggal. Ngulapin bisa dilakukan di berbagai macam lokasi sesuai dengan kebutuhan, dan memiliki prosedur berbeda sesuai dengan tradisi dan kepercayaan keluarga. Nyiramin atau Ngemandusin Selanjutnya, jenazah akan dimandikan disertai dengan berbagai simbolisme seperti bunga melati di rongga hidung, pecahan kaca di atas alis dan sebagainya. Proses ini dinamakan sebagai nyiramin atau ngemandusin dan bertujuan agar reinkarnasi dari jenazah bisa lahir dengan kondisi tubuh baik tanpa adanya kecacatan. Ngajum Kajang Pada prosedur ini, akan ada sebuah kertas putih, atau disebut juga dengan istilah “kajang”, yang akan ditulis oleh aksara-aksara hindu. Keluarga dan kerabat dari orang yang meninggal ini nantinya akan menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3 kali, menunjukan bahwa mereka siap melepas kepergian jenazah. Ngaskara Ngaskara memiliki arti sebagai “penyucian roh”. Maksudnya, roh dari orang yang sudah meninggal ini akan disucikan sesuai dengan kepercayaan dari masing-masing penyelenggara Upacara Ngaben. Ngaskara dilakukan agar nantinya roh atau Atma bisa kembali kepada Yang Maha Esa dan suatu saat bisa dipertemukan lagi dengan keluarga dan kerabatnya. Mameras Prosedur mameras hanya akan dilaksanakan jika orang yang meninggal sudah memiliki cucu. Mameras sendiri berasal dari kata “peras” yang dalam kepercayaan sana dapat diartikan sebagai “sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu dari orang yang meninggal diharapkan bisa menuntun orang ini ke jalan yang benar. Papegatan Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang artinya “putus”. Dalam prosedur papegatan, tandanya keluarga dan kerabat sudah mengikhlaskan kepergian dari orang yang meninggal ini. Papegatan biasanya disertai dengan sarana sesaji sebagai katalisnya, dan bertujuan agar keluarga dan kerabat tidak menghalangi roh untuk kembali ke Yang Maha Esa karena ketidak ikhlasan mereka dalam melepas jenazah. Pakiriman Ngutang Setelah Papegatan, proses selanjutnya bernama Pakiriman Ngutang, yaitu pengiriman jenazah ke makam. Prosedur ini akan dilakukan dengan cukup meriah, di mana jenazah akan dibawa di dalam keranda dan diiringi musik gamelan khas Bali. Keranda juga akan diputar-putar sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai simbol perpisahan. Ngeseng Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan, tiba saatnya bagi anggota keluarga dan kerabat untuk melakukan ngeseng, yaitu membakar jenazah dari orang yang sudah meninggal. Ngeseng sendiri dipimpin oleh pemuka agama atau pendeta, dan nantinya abu serta tulang yang tersisa dari orang ini dikumpulkan, digilas, dan dimasukkan ke dalam buah kelapa. Nganyud Nganyud adalah istilah yang digunakan di mana anggota keluarga dan kerabat dari orang yang sudah meninggal akan menghanyutkan abu jenazah ke laut atau sungai. Nganyud dilakukan dengan tujuan agar kotoran atau ketidaksucian dari jenazah bisa “hanyut” atau hilang dari dunia ini, dan pergi ke alam lain. Mangelud atau Mangoras Biasanya, 12 hari pasca meninggalnya seseorang, akan dilakukan prosedur bernama mangelud atau mangoras, di mana keluarga akan menyucikan serta membersihkan lingkungan rumah mereka yang bisa saja masih dipenuhi kesedihan dan rasa duka setelah meninggalnya anggota keluarga. Upacara Adat Pulau Bali Lainnya Tidak dapat dipungkiri bahwa Upacara Ngaben merupakan upacara adat yang paling terkenal dari Pulau Dewata. Seperti yang tadi sudah dibahas, keunikan dari Upacara Ngaben ini menarik perhatian banyak orang sehingga mereka ingin mempelajari upacara adat ini lebih lanjut. Meskipun begitu, Pulau Bali bukanlah pulau yang terbatas hanya memiliki satu upacara adat saja. Selain Upacara Ngaben, masih banyak lagi berbagai jenis upacara adat lainnya yang masyarakat Pulau Bali lakukan ketika mereka menemukan adanya peristiwa khusus. Sebagai sesi penutup, kita akan membahas beberapa upacara adat lain yang Grameds bisa ditemukan di Pulau Bali. Akan dijelaskan makna dari upacara adat ini serta kapan upacara adat ini akan dilaksanakan. Simak pembahasan berikut ini. Hari Raya Galungan Sumber Google Meskipun dinamakan sebagai hari raya alih-alih upacara, Hari Raya Galungan dapat dikategorikan sebagai salah satu upacara adat yang biasanya dilakukan setiap 210 hari atau sekitar 6-7 bulan, untuk merayakan kemenangan “Dharma” atau “kebenaran” melawan “Adharma” atau “kejahatan”. Terdapat beberapa prosedur yang dilakukan masyarakat Pulau Bali ketika sedang merayakan Hari Raya Galungan, mulai dari menyebarkan sesajen, pembersihan diri, sampai melakukan nyepi alias tidak melakukan apa-apa. Puncaknya adalah ketika masyarakat Pulau Bali kembali ke kampung halamannya untuk bersembahyang di sana. Makna dari Hari Raya Galungan adalah mempersatukan kekuatan rohani supaya bisa memperoleh suatu pikiran dan juga pendirian yang terang. Dengan bersatunya rohani dan pikiran yang terang merupakan wujud dharma dalam diri. Hari Raya Saraswati Sumber Google Selain Hari Raya Galungan di atas, masyarakat Pulau Dewata juga merayakan hari raya lain bernama Hari Raya Saraswati, di mana mereka merayakan hari turunnya ilmu pengetahuan oleh Dewi Saraswati, yang merupakan Dewi Ilmu Pengetahuan dan Kesenian. Hari Raya Saraswati juga dirayakan setiap 6-7 bulan sekali layaknya Hari Raya Galungan. Terdapat beberapa ritual dan upacara adat yang dilakukan sebagai simbol ucapan terima kasih karena telah diturunkannya ilmu pengetahuan dan kesenian ke dalam hidup manusia. Ada juga prosedur yang wajib diikuti oleh masyarakat setempat agar tidak mendapat sanksi atau karma. Makna dari Hari Raya Saraswati ini adalah bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan diri pada aspek Dewi Saraswati atas karunia ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada kita semua. Dengan begitu, akan terbebas dari kebodohan dan supaya diberi bimbingan untuk menuju kedamaian yang abadi dan juga pencerahan yang sempurna. Upacara Melasti Sumber Wikipedia Grameds pasti sudah tahu yang namanya Hari Raya Nyepi. Tetapi, sebelum Hari Raya Nyepi ini berlangsung, terdapat sebuah upacara yang bertujuan untuk menyambut hari raya tahunan ini. Dan nama dari upacara ini adalah Upacara Melasti. Upacara Melasti biasanya dilakukan di tepi pantai, dan bertujuan untuk mensucikan diri sebelum Hari Raya Nyepi tiba. Umat Hindu di Pulau Bali biasanya akan bersembahyang, membersihkan Pura di sekitar sana, serta mensucikan desa atau tempat mereka tinggal menggunakan air, yang merupakan simbol dari pembersihan dan kesucian. Setelah membaca sejauh ini, Grameds mungkin sudah bisa menyimpulkan bahwa Pulau Bali merupakan pulau yang kaya akan sejarah, adat dan kebudayaan. Selain upacara adat di atas, masih banyak lagi upacara adat lain dan bentuk kebudayaan lain yang ada di Pulau Dewata. Wajar saja jika kalian banyak menemukan wisatawan baik itu wisatawan asing maupun wisatawan lokal yang berkunjung ke Pulau Bali. Selain untuk berlibur dan menikmati alam sekitar, mereka juga pastinya ingin mempelajari adat dan budaya pulau ini. Grameds juga bisa mempelajari topik tersebut tanpa harus berkunjung langsung ke Pulau Bali dengan membaca buku “Kebalian Konstruksi Dialogis Identitas Bali”. Jika Grameds tertarik mencari buku-buku atau artikel bertemakan kebudayaan Indonesia lainnya, kalian bisa kunjungi situs Gramedia, SahabatTanpaBatas, di Kami tidak pernah bosan mengingatkan kalian untuk selalu membudayakan membaca, karena kalian bisa mendapatkan ilmu dan informasi LebihDenganMembaca. Jadi, selamat membaca dan menggali informasi lain, Grameds! Penulis M. Adrianto S. Baca juga ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Dariberbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Umat Hindu Bali menggunakan ritual untuk merayakan hari raya. Masyarakat Bali memiliki banyak jenis ritual dan upacara keagamaan untuk menyambut hari raya. Berbagai ritual keagamaan yang dilakukan berdasarkan ajaran agama Hindu disebut Panca Yadnya. Panca Yadnya terdiri dari dua kata, yaitu Panca yang berarti lima dan Yadnya yang berarti pengorbanan suci atau sesajen yang mulia dalam rangka pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan etimologi istilah "yadnya" dalam bahasa Sansekerta, yadnya memiliki arti memuja. Yadnya dapat diartikan sebagai pemujaan, persembahan, atau pengorbanan suci, material maupun non material, berdasarkan hati yang tulus, suci, dan murni demi tujuan yang mulia dan mulia. Panca Yadnya terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Pitra Yadnya adalah pemujaan atau persembahan yang suci dan tulus kepada leluhur. Ibu, ayah, kakek, nenek, dan nenek buyut adalah nenek moyang yang dimaksud. Seorang ibu dan ayah ada karena kakek dan nenek mereka. Keberadaan kami merupakan pengabdian dari leluhur, sehingga umat Hindu merasa memiliki hutang kepada leluhur yang harus dibayar dengan melaksanakan upacara pitra yadnya. Pitra Yadnya merupakan perwujudan penghormatan umat Hindu terhadap leluhur dengan berusaha membebaskan diri dari ikatan fisik, ikatan duniawi, dan meningkatkan kesucian diri agar jiwa bisa mendapatkan tempat yang lebih baik di akhirat atau mencapai surga. Tujuan dari upacara pitra yadnya adalah untuk memberikan sesajen yang tulus kepada leluhur, untuk menyelamatkan orang tua atau arwah leluhur, untuk melebur jasad atau raga menjadi unsur alam yaitu Panca Maha Bhuta, dan untuk menyucikan arwah orang tua yang telah meninggal. sehingga mereka bisa menjadi Bade dalam Struktur Upacara NgabenPenerapan filosofi dalam masyarakat Bali diwujudkan dalam bentuk upacara-upacara di pura. Ngaben, atau upacara kematian, merupakan ritus atau upacara ritual penting dalam siklus kehidupan umat Hindu Bali. Ngaben adalah salah satu bentuk pengabdian kepada leluhur, dan orang Bali memiliki rasa hormat agama kepada orang tua. Sebagai bagian dari kekerabatan besar Austronesia, Bali dalam budayanya tentu saja memuja leluhur. Orang Bali tidak hanya dihormati karena hutang budi dan warisan budayanya, tetapi mereka juga percaya bahwa keberuntungan dalam nasib kehidupan sehari-hari sebagian karena arwah nenek moyang mereka, yang diyakini dekat dengan langit. Para leluhur juga diyakini sebagai pihak yang telah berjasa dalam memediasi kekuatan magis dan pemberian keajaiban hidup sebagai modal untuk kesejahteraan kerabat mereka. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya dapatdipengaruhi oleh adanya pengaruh dari kebudayaan luar (asing) yang masuk (Danandjaja, 2006: 58). Ketiga golongan teori itu adalah: (1) Teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada keyakinan religi, (2) Teri-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada sikap manusia Tradisi Ngaben merupakan suatu ritual yang .